Pernah sekali dalam hidup gue, ulang tahun gue dirayain. Dekorasi balon dan kertas-kertas warna, kue ulang tahun, lengkap dengan teman-teman yang diundangan dengan selipat kertas bertuliskan “tiada kesan tanpa kehadiranmu… trims”.
Teman-teman datang bawa bungkusan, ada yang dibentuk indah lengkap dengan pitanya, ada juga yang polos dengan bentuk apa adanya. Pesta usai, gue pun membuka kado-kado itu dengan begitu antusias. Kalau dipikir-pikir lagi sekarang, pas gue membuka kado-kado itu, mungkin gue akan berpikiran seperti ini…
*membuka kado berisi alat tulis*
“Yaaah, alat tulis. Berarti mesti rajin belajar. Bukan ini yang aku pengenin. Aku maunya game console, mainan, atau apa aja deh yang seru-seru.”
*membuka kado berisi mobil-mobilan truk*
“Yaaah, mainan truk. Aku gak suka truk. Aku maunya mobil balap.”
Dipikir-pikir, konsep kado ini bisa nyambung sama kehidupan sehari-hari. Kado di sini adalah sesuatu yang akan datang dan kita terima. Kadang, ketika kita berulang tahun, walaupun kita gak terbiasa diucapin, dikasih kado, apalagi pesta, pasti dalam hati kecil berharap ada seseorang yang inget sama hari ulang tahun kita.
Hal itu gue rasakan ketika awal-awal punya Facebook. Gue merasakan enaknya diucapin selamat ulang tahun sama temen-temen Facebook gue. Tapi setelah beberapa lama, ketika gue membuka halaman Facebook gue, gue melihat ada notifikasi temen gue yang lagi ulang tahun dan saat itu pula gue berpikir, “Oooh, temen-temen Facebook gue ngucapin gara-gara ini.”
Pada akhirnya gue memutuskan untuk gak nampilin tanggal lahir di profil Facebook. Dan setelah saat itu, orang-orang yang ngucapin adalah yang emang bener-bener deket sama gue. Lebih terasa tulus.
Okay, agak ngelantur. Kita kembali ke kado.
Kamu pasti pernah berulang tahun juga, dan mungkin, pernah dapet kado juga. Apa yang kamu rasakan sebelum menerima kado, saat mendapatkannya, dan setelah membukanya bisa bermacam-macam. Bisa jadi sebelum kamu dapet kado kamu gak menyangka sama sekali, atau malah mengharapkan banget dapet kado. Bisa jadi saat dapet kado kamu begitu kaget, atau malah bicara dalam hati, “Akhirnya dia ngasih aku kado juga.” Bisa jadi juga, setelah kamu membukanya kamu seneng banget karena tepat yang kamu inginkan, atau cuma bersyukur meski gak sesuai yang dimau tapi seenggaknya dia ingat.
Dari situ, gue mencoba melihat beberapa hal. Konsep kado ini mengingatkan gue bahwa PHP (Pemberian Harapan Palsu) itu berawal dari diri sendiri. Kita menaikkan harapan terlalu tinggi, misalnya berharap mendapat kado Play Station dari ayah. Berikutnya, saat dapet kado dari ayah (sesuai harapan) -karena kado- masih terbungkus, kita jadi makin senang dan harapan pun semakin naik. Pada akhirnya ketika membuka kado itu dengan wajah sumringah dan senyum merekah, kita malah kecewa bahwa isinya hanyalah buku dan alat tulis.
Ada satu faktor yang membuat semuanya jadi masuk akal: waktu.
Waktu selalu menyembuhkan. Kalau nggak menyembuhkan, ya minimal menyadarkan.
Gue sadar bahwa gue yang terlalu berharap dapet kado, dan ketika beneran dapet kado otomatis harapan membesar. Gue hanya siap mendapatkan apa yang gue inginkan, padahal ayah memberi gue apa yang gue butuhkan.
Ya, semua manusia suka kejutan… tapi hanya jika itu datang dalam bentuk yang menyenangkan.
Semestalah yang paling tau apa yang paling kamu butuhkan. Dia (atau mereka) gak peduli apa yang kamu inginkan. Kalau yang kamu inginkan sesuai sama yang kamu butuhkan, maka semesta akan ngasih itu. Dan itu bonus buat kamu.
Kalau nggak, berarti itu sebuah tempaan.
Tulisan di atas adalah buah lamunan gue seiring menuanya diri ini. Berharap semakin sadar, semakin bersyukur, tanpa bantuan waktu. Gue udah cukup merepotkan waktu untuk membantu gue sadar.
Waktu selalu menyembuhkan. Kalau nggak menyembuhkan, ya minimal menyadarkan.
Ya, semua manusia suka kejutan… tapi hanya jika itu datang dalam bentuk yang menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar